Senin, 01 Juni 2009



Olahraga Pada Anak

Jakarta, Kompas - Banyak kesalahan telah terjadi dalam pelaksanaan olahraga bagi anak usia dini di Indonesia. Semua berpangkal pada sikap yang menganggap anak adalah miniatur orang dewasa sehingga anak diupayakan untuk menguasai keterampilan kecabangan olahraga yang sama seperti halnya orang dewasa.
Kritik tersebut disampaikan oleh pengajar Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Jakarta, Syarifudin, dan psikolog olahraga, Jo Rumeser, dalam seminar yang diadakan dalam rangka dimulainya sosialisasi badmini di Jakarta.
Untuk itu, Syarifudin menyarankan adanya pendefinisian yang jelas pada olahraga usia dini. "Bila didefinisikan sebagai memperkenalkan olahraga sedini mungkin, bukan penguasaan olahraga yang sesungguhnya, tetapi berupa proses transformasi keterampilan, tidak masalah," katanya.
Dalam proses tersebut, tahapan perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai dengan rentang usianya akan menjadi perhatian. Disesuaikan dengan hal itu, anak harus lebih dulu memperoleh proses transformasi gerak dasar, dilanjutkan pada transformasi gerak-gerak dasar kecabangan. Syarifudin menilai tahap pengajaran gerak kecabangan olahraga sudah dapat dimulai pada usia tujuh tahun.
Rumeser menambahkan, kesalahan yang terjadi di Indonesia membuat dia pernah mendapati para atlet berprestasi sebuah cabang olahraga tidak dapat melakukan koprol (berguling ke depan). Padahal, itu adalah salah satu gerak yang semestinya telah dikuasai oleh anak-anak.
Selain memerhatikan proses transformasi keterampilan, olahraga usia dini yang kini giat dilakukan juga membutuhkan dukungan berupa pendidikan jasmani yang baik di sekolah-sekolah. Bulu tangkis adalah salah satu cabang olahraga yang mulai giat memarakkan olahraga usia dini, seperti kompetisi bulu tangkis antarsekolah dan badmini yang disponsori Milo, serta pengenalan dan kejuaraan bulu tangkis usia dini dalam rangkaian kampanye minum susu Tetra Pak Indonesia.
Sayang, Syarifudin dan Rumeser melihat pendidikan jasmani di sekolah juga masih memiliki banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Pengetahuan pendidikan jasmani yang minim umumnya dimiliki guru-guru sekolah dasar karena mereka adalah guru kelas.
"Ada yang dari PGA (pendidikan guru agama), yang hanya memperoleh waktu enam bulan untuk belajar (kurikulum pendidikan jasmani)," ujar dia.
Di SMP, guru-guru olahraga mengalami persoalan kesejahteraan. Persoalan lain ialah kurangnya jam pelajaran olahraga. "Tetapi, persoalan gerak dasar adalah persoalan di banyak negara," ujar Rumeser. (YNS, kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bisnis Sehat dengan dollar

teliad - the marketplace for text links Join Vinefire!

Moeslem Adsense